
Lukisan dramatis yang pertama kali dipamerkan di the Royal Academy pada tahun 1786 ini, menggambarkan klimaks dari “Oedipus at Colonus”, sebuah drama karya penulis Sophocles. Dalam kisah tragedi kuno yang terjadi di Yunani, Raja Oedipus pergi mengasingkan dirinya di Colonus, sebuah kota dekat daerah Athena, setelah secara mengerikan mengetahui bahwa ia, tanpa disadari, telah membunuh ayahnya dan menikahi ibunya sendiri. Oedipus, menyesal atas perbuatannya, memutuskan untuk membutakan matanya, dalam lukisan ini matanya dilukiskan berwarna merah dengan lapisan cat tebal dan kasar.
Dalam lukisan ini Polynices yang sedang berlutut, adalah salah satu dari dua anak laki-laki Oedipus, berharap dapat memenangkan hati ayahnya agar bisa menyingkirkan saudaranya Eteocles, yang telah merebut tahta dari dirinya. Marah kepada kedua anaknya yang tidak setia, Oedipus mengutuk mereka berdua mati dalam pertempuran, saling membunuh satu sama lain. Sang Raja Oedipus yang buta membentangkan kedua tangannya untuk mengutuk Polynices & Eteocles, sementara gesture Polynices seperti terkena pukulan yang keras. Berdiri di antara ayah dan saudaranya, Antigone memandang sang ayah dan berusaha melerai mereka. Kontras dengan tindakan Antigone, saudarinya yang tunduk di lutut sang ayah, Ismene, melambangkan kesedihan.
Sang pelukis Henry Fuseli, awalnya adalah seorang pendeta di Swiss, tempat kelahirannya, namun kemudian berubah menjadi seorang sarjana classical sebelum studi seninya di kota Roma, Italia. Setelah pindah ke kota London, Inggris pada tahun 1780, Fuseli terpilih sebagai profesor dalam bidang lukisan di Royal Academy Inggris.
Trackbacks and pingbacks
No trackback or pingback available for this article.
Leave a reply